generasi anak sejimat

Kamis, 03 Juni 2010

Bolang Dan Anak-anak GANAS

                                                    "Kisah Seorang Anak Ganas"

Siang itu pemandangan di perempatan Pusri tidak berbeda dengan hari-hari biasa. Pemandangan ketika lampu lalu lintas menyala merah. Pemandangan ketika anak-anak Punk Ganas berhamburan menghampiri orang-orang yang terpaksa berhenti. Pemandangan ketika anak-anak menjulurkan tangan
sebagian sambil mengelus-elus perut, sebuah ungkapan yang menggantikan kalimat "aku lapar". Pemandangan ketika seorang ibu ikut menjulurkan tangan kanannya, sementara tangan kiri menahan kain yang menutupi tubuh bayinya
sebuah ungkapan kasih naluriah seorang ibu yang sedang melindungi bayinya dari panas terik matahari.
Beberapa orang tidak mempedulikan anak-anak ini, tetapi ada juga pengendara motor yang merogoh kantong atau pengendara mobil yang merogoh tempat uang receh di pintu mobilnya. Uang yang memang sudah dipersiapkan untuk keperluan seperti ini, ataupun keperluan lain juga.
Begitu lampu hijau menyala, anak-anak ini menyingkir; ibu dengan bayinya juga ikut menyingkir. Sebagian naik ke jalur hijau, sebagian lagi kembali ke pinggir jalan, menunggu lampu merah menyala kembali. Para pengendara yang sudah memberi uang receh maupun yang tidak punya kepedulian juga melanjutkan perjalanannya.
Inilah pemandangan sehari-hari di perempatan Pusri.
***
Bolang, seorang anak mati urip Ngamen di pinggir jalanan, berumur duabelas tahun juga ikut menghambur kejalan begitu lampu menyala merah. Anak ini juga ikut mencari uang. Ayahnya, seorang dukun cabul; ibunya, seorang germo terpaksa membiarkan anaknya hidup dengan cara seperti ini.
Ibunya pernah bercerita, sejak bayi anaknya ini sudah ikut mencari makan, dengan cara menangis dalam gendongan. Sekarang mereka sudah berpisah. Masih-masing mencari makan di tempat jalanan. Ayah mencoba belajar jadi dukun ternyata sesudah bisa dukun dia menjadi dukun cabol, ibu mencari uang di malam hari dengan cara menjual anak buah perempuannya kepada om-om Hidung belang, sekitar beberapa meter dari perempatan Pusri.
Dulu, keluarga ini selalu berkumpul begitu malam tiba, tetapi akhir-akhir ini Bolang sudah malas pulang ke Rumah ayah dan ibunya. karene Ia lebih suka berkumpul dengan teman-temannya di Anak-anak GANAS. Lebih ramai, dan kadang-kadang bisa ikut Mabuk-mabukan, melihat orang-orang kaya dengan rumah bagusnya.
Kadang Bolang Ngamen sendirian dimana orang-orang yg ngasih uangnya lebih banyak, mereka juga kadang-kadang menengoknya di stasion. Melihat apakah ibunya mereka satu-satunya ini bisa makan di dunia yang katanya begitu kejam ini.
Bolang tidak pernah ingat mulai kapan mencari makan sendiri, yang pasti bukan orang tuanya yang menyuruh. Ia melihat teman-temannya meminta uang di dekat lampu merah, ia menganggapnya sebagai sebuah bentuk permainan. Lama kelamaan melakukannya karena merasa itu harus dilakukan kalau tidak ingin kelaparan. Sama sekali tidak seorangpun menyuruh atau memaksanya.
***
Tidak ada yang istimewa siang itu, suasananya di perempatan Pusri biasa-bisa saja. Tetapi entah datang darimana, tiba-tiba beberapa orang berlarian ke arah anak-anak GANAS yang sedang mencari uang, lalu melakukan penangkapan, Bolang dan Anak-anak GANAS tidak sempat melarikan diri. Ibu dengan anak dalam gendongannya juga tidak sempat melarikan diri. Semua dimasukkan ke dalam sebuah truk tertutup.
Truk ini melaju ke tempat yang tidak diketahui oleh Bolang. Seandainyapun bisa melihat keluar, ia tetap tidak akan bisa tahu ke arah mana truk membawanya. Anak ini sangat ketakutan, apalagi ketika teringat cerita menakutkan tentang orang-orang yang menangkap anak jalanan. Katanya kalau sudah tertangkap, tidak ada yang bisa kembali, tidak tahu entah dibawa ke mana. Seseorang pernah berkata, anak jalanan yang tertangkap akan dibuang ketempat yang sangat jauh.
Perjalanan truk ini pasti sangat jauh, ia bisa merasakannya. Akhirnya truk ini terasa melambat setelah memasuki sebuah belokan, bahkan akhirnya berhenti. Mereka telah sampai ke suatu tempat, tempat yang tidak dikenalnya. Begitu bagian belakang truk terbuka, seseorang dengan lembut menyuruh mereka semua keluar.
Begitu turun, setiap anak mendapat minuman. Lalu anak laki-laki dipisahkan dari anak perempuan. Yang perempuan disuruh mengikuti dua orang wanita ke sebuah bangunan, sedangkan Bolang dan Anak-anak GANAS disuruh mengikuti tiga orang pria ke sebuah bangunan juga, ternyata tempat untuk mandi. Setiap anak menerima sepasang pakaian baru yang bersih begitu selesai mandi.
"Semua berkumpul ke bangunan itu," kata seorang bapak sambil menunjuk bangunan besar di dekat tempat mereka mandi. Bangunan ini isinya meja-meja panjang penuh dengan piring dan makanan. Anak ini makin heran dan entah mengapa malah makin ketakutan.
Sesudah makan mereka disuruh keluar lagi, anak laki-laki dan wanita kembali dipisahkan, kali ini anak laki-laki digiring ke sebuah bangunan. Anak perempuan juga digiring menuju bangunan di depannya. Kedua bangunan dipisahkan oleh sebuah tanah lapang. Setiap empat anak disuruh memasuki sebuah kamar. Bolang dan tiga anak lain disuruh masuk ke sebuah kamar dengan tempat tidur susun, kamar yang tampak bersih.
"Kalian tidur disini," kata bapak yang menyuruh mereka masuk. Lalu berkata kepada Bolang, "kamu tidur di atas sini," mungkin karena Uyanlah yang paling kecil di antara ketiga temannya.
Hari belum begitu malam, tetapi Bolang dan Anak-anak GANAS tidak punya pilihan, mereka harus tidur. Bolang tidak mengantuk, tetapi entah mengapa langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal yang empuk. Untuk pertama kalinya ia tidur di atas tempat tidur empuk dan bersih.
Ia terbangun begitu mendengar bunyi keras didalam kamar, seperti sirine mobil polisi. Lalu terdengar suara dari kotak hitam di salah satu ujung langit-langit kamar. Suara yang menyuruh mereka keluar dan berkumpul di lapangan yang memisahkan tempat anak laki-laki dengan anak perempuan.
Setelah mandi dan makan, sarapan yang membuat perut Bolang sakit, karena tidak terbiasa sarapan pagi, beberapa pria mengantar mereka ke sebuah bangunan lain lagi. Bangunan dengan sebuah ruangan yang sangat besar. Sudah banyak anak berkumpul di dalamnya, anak-anak yang tidak dikenal oleh Bolang. Menurutnya jumlahnya sekitar jumlah anak di limapuluh perempatan yang ada lampu merahnya. Semuanya memakai pakaian sama, kaos dengan tulisan yang tidak bisa dibacanya.
"Jangan takut, kami mengumpulkan kalian di sini bukan untuk menghukum kalian. Kami mengumpulkan kalian demi masa depan kalian sendiri," kata seorang pria yang duduk di meja menghadap ke arah mereka. Pria ini tampak baik dan penuh belas kasihan, jenis orang yang sangat disukai oleh Bolang.
"Kami akan mendidik kalian menjadi orang-orang yang berguna bagi masyarakat," lanjutnya dengan penuh semangat, "kami akan mendidik kalian supaya tidak menjadi sampah masyarakat lagi."
Bolang tidak mampu mengerti perkataan orang ini, pikirannya melayang ke persimpangan dimana ia seharusnya mencari uang. Juga teringat orang tuanya. Saat ini mereka mungkin masih belum tahu penangkapan itu. Mereka baru mulai mencarinya kalau ia tidak muncul di pondok selama beberapa minggu. Seandainya mereka sudah mendengarnya, ia berharap mereka tidak terlalu cemas.
Menurutnya, bapak ini sudah berbicara sekitar duapuluh kali lampu merah berganti ketika pantatnya mulai terasa sakit. Ia tidak tahan duduk diam seperti ini, benar-benar membosankan. Apalagi tidak bisa berbuat apa-apa, beberapa orang mengawasi mereka. Bapak ini terus berbicara tentang sesuatu yang tidak dimengertinya, tanpa peduli dengan anak-anak yang sedang ketakutan, takut karena belum mengerti.
Bolang tahu banyak orang yang baik dan mengasihi dia. Ia juga tahu orang-orang di tempat ini juga baik, tetapi ia merasa takut. Ia sudah sudah terbiasa dengan orang-orang yang menolong tanpa ikatan. Ia sudah terbiasa dengan orang-orang yang pergi begitu saja setelah menolongnya. Ia sekarang ketakutan karena orang-orang baik ini berbicara tentang hal-hal yang tidak dipahaminya.
Akhirnya bapak ini selesai berbicara, lalu anak-anak dibawa ke sebuah bangunan yang penuh dengan mesin dan potongan kayu. Anak-anak dipisahkan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok Uyan disuruh berkumpul didekat seorang bapak yang sedang merekatkan potongan kayu. Setelah beberapa saat, potongan-potongan itu menjadi sebuah mobil mainan.
Seorang bapak berkata, "Kalian akan diajarkan supaya bisa melakukan hal seperti ini, juga ketrampilan lainnya."
Selama beberapa hari berikutnya, anak-anak ini bekerja di bangunan yang ternyata bernama bengkel. Kadang-kadang mereka juga disuruh masuk ke sebuah bangunan yang ada papan putih di depannya. Seorang bapak mencoret-coret papan itu, lalu menyuruh mereka menulis garis-garis-garis aneh seperti itu. "lihat ke papan tulis", "tulis ke buku kalian", membuat Bolang tahu papan putih itu namanya papan tulis, benda di tangannya bernama buku tulis.
Setelah beberapa minggu ia mulai bosan. Sudah tahu nama hari, jam, cara membuat mainan dari kayu, tidak membuatnya merasa nyaman. Ia sudah belajar banyak hal, tetapi malah merasa bosan. Bosan duduk berjam-jam membuat mainan, bosan mencoret-coret buku tulis, bosan mengingat bentuk corat-coret itu. Bosan mendengar orang lain berbicara panjang lebar. Ia merindukan suasana ketika berlarian setiap kali lampu merah menyala lalu menyingkir begitu lampu hijau menyala.
Makan teratur, disiplin kerja, tidur teratur, sudah menjadi kata yang akrab di telinganya. Tetapi rasanya lebih enak makan kalau sudah dapat uang. Lebih enak tidur di emperan stasion, bisa tidur kalau sudah mengantuk. Lebih enak menonton polisi mengejar orang yang tidak pakai helm daripada menulis huruf-huruf aneh. Kebosanan membuatnya merindukan pandangan orang-orang yang mengasihi mereka, orang-orang yang nemberi uang lalu pergi.
Suatu hari, ia menemukan banyak tutup botol di sebuah bak sampah. Diam-diam ia mengambil dan menyembunyikannya di kamar -- dibawah lemari. Tidak akan ada yang menemukannya di situ. Juga mengambil beberapa paku kecil serta sepotong kayu sebesar baterei dari bengkel. Diam-diam, ketika tidak ada orang di kamar, ia memaku tutup botolnya di sepanjang kayu ini. Bagian pertama rencananya selesai, ketika alat buatannya bisa mengeluarkan bunyi setiap kali dipukul.
Beberapa hari kemudian ia mendapat kesempatan melarikan diri. Ketika teman-temanya sudah tidur, diam-diam ia keluar kamar, lalu memanjat tembok, tidak sampai seperempat jam ia sudah menjadi orang bebas. Dalam hati ia berkata, "aku punya cerita yang bagus untuk diceritakan kepada teman-teman."
Ia tidak tahu berada dimana sekarang -- tidak masalah. Sudah sering orang tuanya membawanya berpindah-pindah. Yang harus dilakukannya hanyalah mencari tempat perhentian bis, lalu naik sambil memukul-mulul tutup botolnya.
Sekarang ia hanya perlu berjalan mengikuti arah bis yang lewat, pasti ada tempat perhentian bis beberapa kilometer lagi. Lalu tidur begitu sampai, besok pagi baru naik -- tidak perduli naik kemana. Masih banyak orang yang penuh belas kasihan.
Ia tidak tahu berada di kota apa sekarang, tidak tahu orang tuanya di mana. Mereka telah mengajarkannya mencari makan dan hidup, semoga mereka tidak terlalu mengkhawatirkannya. Ia akan mencari mereka nanti, tidak sekarang. Saat ini ia harus pergi sejauh-jauhnya dulu.
Bolang sama sekali tidak mengantuk, ia telah belajar tentang jam, sehingga tahu telah berjalan selama berjam-jam ketika akhirnya menemukan tempat perhentian bis. Seseorang sedang tidur di situ, pasti orang gila karena membawa buntalan pakaian -- tidak apa-apa. Ia membaringkan diri agak jauh dari orang gila itu, lalu tertidur.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ceritone rak mutu

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.